Gue bangat.....

Ni asli gue bangat, bukan orang lain atau bayang bayang gue.
tapi bukan ni gue yang seluruhnya, masih banyak sisi sisi pribadiku, sisi atas, bawah, samping kiri, samping kanan, samping agak kiri kekanan, dan samping agak kanan kekiri......! lain lagi kalau sedang mood, marah, sedih, dan emosional lainnya, kalo bulan purnama, siang, malam, pagi ataupun sore hari. Lain hari senin, lain selasa, lain Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Kalo dicampur adukkan itulah saya. Temboel Paroelian Poerba.

Kamis, 05 April 2018

Bulan Sinodis dan Bulan Sideris

Bulan mengelilingi bumi dari arah Barat ke Timur dengan satu kali revolusi penuh, bulan memerlukan waktu rata-rata 27 hari 7 jam 43,2 menit. Para ahli astronomi mengakui adanya dua jenis bulan, yaitu:
  1. Bulan Sinodis, yaitu fase orbit bulan selama 29,5 hari. Sinodis yaitu waktu yang ditempuh bulan dari posisi sejajar (iqtiran) antara matahari, dan bumi ke posisi sejajar berikutnya.waktu iqtiran ditempuh rata-rata 29 hari 12 jam 44 menit 2,8 detik atau di bulatkan menjadi 29,5 hari.
  2. Bulan Sideris, yaitu fase orbit bulan selama 27,5 hari. Sideris yaitu waktu yang ditempuh bulan untuk kembali ke asalnya. Revolusi bulan ini dijadikan dasar bulan qomariyah, tetapi waktu yang dipergunakannya bukan waktu sideris melainkan waktu yang sinodis.

Senin, 02 April 2018

Parhalaan

Parhalaan



Kalender yang dimiliki suku bangsa Batak disebut dengan Parhalaan yang terdiri atas dua belas bulan dengan masing-masing 30 hari. Kalender tersebut tidak pernah dipakai untuk penanggalan, melainkan untuk tujuan meramal hari yang baik atau panjujuron ari. Kelompok Batak yang sampai sekarang masih menggunakan penanggalan Batak adalah Parmalim. Parmalim adalah aliran kepercayaan yang berdasar pada agama leluhur Batak.

Orang Batak dahulu kala tidak pernah mengetahui angka tahun karena memang tidak pemah dihitung. Bulan dihitung dengan mengurutkannya sebagai bulan pertama yang disebut Sipaha Sada, bulan kedua disebut Sipaha Dua, dan seterusnya sampai bulan kesepuluh.

Bulan kesebelas dinamakan bulan Li, dan bulan kedua belas dinamakan bulan Hurung. Hari pertama setiap bulan jatuh pada bulan mati, dan hari kelima belas adalah bulan purnama. Permulaan tahun dapat ditentukan ketika rasi Scorpio (siala poriama) terbit di ufuk timur dan rasi Orion (siala sungsang) terbenam di ufuk barat yaitu di bulan Mei. Bila bulan sabit yang masih sangat tipis kelihatan menjelang maghrib di sebelah utara Orion sebelum terbenam di ufuk barat.

Empat belas hari kemudian bulan purnama terbit di ufuk timur dan mengambil posisi sebelah utara rasi Scorpio. Dari rasi Scorpio (kala) kalender Batak dapat namanya, yakni Parhalaan. Diagram kalender dengan 12 bulan dan 30 hari sering diukir pada ruas-ruas bambu. Pada setiap bulan terdapat gambar kala yang menempati tiga sampai empat hari.

Pada bulan pertama letaknya bulan purnama (hari ke-14) masih dekat dengan Skorpio, sedangkan pada bulan-bulan berikut bulan pumama makin menjauh dari rasi bintang tersebut. Dalam bahasa Batak tidak ada istilah ‘minggu’, tetapi setiap bulan dapat dibagi atas empat minggu yang masing-masing tujuh hari. Nama ketujuh harinya dipinjam dari bahasa Sanskerta.

Panggoari ni Paha/ Penamaan Bulan menurut  suku Batak adalah :

1. Sipaha sada adalah bulan pertama - Maret - April
2. Sipaha dua adalah bulan kedua - April - Mei
3. Sipaha tolu adalah bulan ketiga -  Mei -Juni
4. Sipaha opat adalah bulan keempat - Juni - Juli
5. Sipaha lima adalah bulan kelima - Juli - Agustus
6. Sipaha onom adalah bulan keenam - Agustus - September
7. Sipaha pitu adalah bulan ketujuh - September - Oktober
8. Sipaha ualu adalah bulan kedelapan - Oktober - November
9. Sipaha sia adalah bulan kesembilan - November - Desember
10. Sipaha sampulu adalah bulan kesepuluh - Desember - Januari
11. Li adalah bulan kesebelas - Januari - Februari
12. Hurung adalah bulan keduabelas - Februari - Maret


Tahun Batak tidak diketahui berapa jumlahnya. Mungkin tidak ada satu peristiwa yang besar yang dialami suku batak yang menjadi titik tolak permulaan tahun. Atau jumlah tahun tidak perlu ada akibat dari pandangan tentang akhir zaman. Berdasarkan budaya spritual suku batak bahwa belum diketahui atau belum dijumpai tentang adanya akhir zaman. Yang ada adalah banua atas tempat orang-orang yang baik apabila sudah meninggal, Banua Tonga tempat atau dihuni seperti kehidupan sekarang ini dan Banua Toru adalah tempat atau dihuni orang-orang yang meninggal yang perbuatannya tidak baik.
Belum diketahui atau belum dijumpai pada budaya batak tentang akhir dari alam raya. akibat dari pandangan itu, mungkin pemikiran orang batak pembentuk gagasan itu, tidak perlu diadakan penarikan tahun batak. Yang paling utama pada mereka adalah masa depan yang lebih baik bagi generasi mereka. Maka perlu perbaikan berkelanjutan tentang pengamatan waktu untuk menciptakan masa depan yang lebih baik.
Dan inilah yang masih dihayati suku batak bahwa anaknya adalah harta yang paling berharga baginya. Pertarikhan tahun batak belum diketahui, tetapi jumlah hari dan bulan pada setiap tahun ada pertambahan. Misalnya pada setiap empat tahun peredaran, ada bulan ketigabelas untuk menyesuaikan kepada tempat semula bintang-bintang di langit dimana bintang-bintang itu kembali ke tempat semula.

Nama-nama hari dalam penanggalan Batak, yaitu
1. ARTIA
Sada ari nauli mamukka sihataon/ulaon pesta tonggo raja
=> Suatu hari baik untuk mengadakan musyawarah dalam segala hal

2. SUMA
Ari sidua pat manisia dohot pidong, ulaon na hombar sadari i marburu tu harangan, marsabbil, mangkatai
=> Hari ke dua kaki manusia dan burung, pekerjaan yang bagus dalam hari ini adalah berburu ke hutan, menjaring buruan, membicarakan sesuatu hal

3. ANGGARA
Ari na rimas mangulahon pangurupion, mambahen ubat, mangarabi, molo marburu ingkon dapotan
=> Hari naas/buang sial, sangat baik untuk berperang dan membuat obat, berburu.
=> Hari yang bagus untuk melakukan bantuan, mengobati, jika berburu pasti akan dapat.

4. MUDA
Ari si opat-opat/mangarabi hauma, manabur boni, ulaon pesta pe denggan do
=> Hari padi, sangat baik untuk menanam tanaman dan penyemaian
=> Hari ke empat/mempersiapkan sawah ladang, menyemai bibit padi, melakukan pesta adat juga bagus pada hari ini.

5. BORASPATI
Sadarion boi do pajongjong jabu, mamongkot jabu, mamungka martiga-tiga
=> Hari baik untuk berpesta, mendirikan rumah, memasuki rumah baru, mencari pekerjaan dan untuk memulai suatu usaha

6. SIKKORA
Naeng mangalangka, tu luat naleban/mangaranto, mangalului karejo, mamungka martiga-tiga
=> Hari baik dalam penentuan, melangkah ke perantauan, melamar pekerjaan, menjumpai orang besar (berpangkat), memulai berdagang, pesta perkawinan, meminang kekasih

7. SAMISARA
Ari ni raja, boi do mambahen pesta bolon (gondang) naung tinontuhon ni raja adat dalihan na tolu
=> Hari kepunyaan Raja, bisa melakukan pesta besar yang sudah ditetapkan Raja Adat Dalihan Na Tolu.  
=> Hari “Raja”, sangat baik untuk pengantin baru, pesta, kawin lari, memanggil roh, mandi bunga

8. ARTIA NI AEK
Sada ari nauli naeng mangulahon pesta, si las ni roha (marsianjuan) mamokkot jabu, alai marsada ni roha ma hamu mangulahon nasa ulaon
=> Hari baik untuk semua pesta, musyawarah, mandi bunga, memasuki rumah baru, maaf-maafan, dan memulai usaha baru.

9. SUMA NI ANGGARA
Hurang do ulina ari sadari on mangulahon nasa ulaon, boi do martaontaonan, tu ladang/aek, marburu, marsabbil, mangkail
=> Hari yang kurang baik untuk melakukan segala acara/kerja/pesta, bisa jadi sakit, ke ladang/pancoran, berburu, menjerat buruan, memancing. waspadalah dalam segala hal.

10. ANGGARA SAMPULU
Na rimas do ari sadari i, jadi ingkon manat manghuling, lobi hasuhuton bolon, pangoli anak/pamuli boru, paampehon holi tu batu na pir (marhata ogung)
=> Hari sial, berhati-hatilah dalam berkomunikasi (harus dijaga sopan santun), sangat baik untuk membuat obat baru dan memancing.

11. MUDA NI MANGADOP
Mariaia do nasa ulaon
=> Hari untuk bersantai dan hari yang sangat menggembirakan segala pekerjaan/pesta

12. BORASPATI LANGKOP
Mangadopi raja, parpangkat, mandapothon raja, na boi pangunsandean raja, dalihan na tolu
=> Hari baik untuk menyuapi orang besar (berpangkat) melamar suatu pekerjaan, memanggil roh keluarga, mandi bunga, bersekutu dengan Tuhan Yang Maha Esa

13. SIKKORA LAMBOK
Pangoli anak/pamuli boru, manuan ompu-ompu, partanda, parbalohan, mangebati natuatua, hula, boru, mamokkot jabu, dibagasan tangiang
=> Hari baik untuk pesta perkawinan, mendirikan rumah, mengunjungi orang tua atau mertua, memasuki rumah baru dan mandi bunga

14. SAMISARA PURNAMA
Ulaon harajaon bolon, mangido pasu-pasu, paebathon tu ompungna
=> Hari “Raja”, sangat baik mengadakan pesta besar, pesta muda-mudi, mengantar anak ke rumah mertua, mandi bunga

15. TULA
Losok do roha sadari on denggan do manuan harambir, mangarabi, marsonang-sonang
=> Hari sial, yang baik dilakukan menebas ladang dan menanam kelapa

16. SUMA NI HOLOM
Papunguhon sisolhot dohot angka tutur, mangido tangiang tu Mulajadi Nabolon, denggan sadarion mambahen taontaonan
=> Hari yang kurang baik, tetapi baik untuk memancing dan berburu

17. ANGGARA NI HOLOM
Ulaon parsili ni tondi, buang sial, maranggir, mangarabi, tu balian
=> Hari buang sial, mandi bunga dan membuat obat

18. MUDA NI HOLOM
Manabi eme, marbabo, mandok mauliate tu Mulajadi Nabolon
=> Hari panen padi, sangat baik untuk memulai panen padi, memasukkan padi kedalam lumbung

19. BORASPATI NI HOLOM
Pajongjong sopo sopo di balian, pajongjong batu ojahan, pature tangga ni jabu
=> Hari baik untuk menebang pohon kayu guna bahan bangunan rumah dan memancing

20. SIKKORA MORA TURUN
Mamulung nasa daon (ubat) ni sahit na adong, mamokkot jabu, laho borhat mangaranto, tu luat sileban, paampehon holi tu batu na pir
=> Hari baik untuk mengunjungi sanak famili, pindah rumah dan mengangkat tulang

21. SAMISARA MORA TURUN
Buang sial mangido tangiang, manaon (sabbil), bubu, mangkail
=> Hari baik untuk memasang jerat, memancing dan berburu

22. ARTIA NI ANGGARA
Mambahen daon (ubat) mamungka mangarabi, ulaon parsili ni tondi, mangido gogo tu Mulajadi Nabolon
=> Hari baik untuk turun ke laut, membuang penyakit, mandi bunga, membuat obat, memancing ikat dan membuat obat

23. SUMA NI MATE
Mambahen taon-taonan, marburu, marjala, mangkail tu aek
=> Hari baik untuk berburu dan memancing

24. ANGGARA NI BEGU
Palambok ate ate, mangido tangiang, mambahen daon (ubat), pasahat hamauliateon
=> Hari baik untuk memanjatkan doa, minta rejeki dan mandi bunga

25. MUDA NI MATE
Jumpang ma tingkina, mangarabi hauma, mangaranto, tu luat sileban
=> Hari padi, memanen dan pesta

26. BORASPATI NA GOK
Pasahat sulang sulang tu natua tua, tu hula hula, pangoli anak/pamuli boru
=> Hari baik untuk istrahat, membawa makanan untuk orang tua, mengganti pakaian orangtua, mengunjungi mertua, pesta pernikahan dan membuat obat

27. SIKKORA HUNDUL
Parsili ni tondi, buang sial, mangido tangiang, mambahen daon (ubat), marburu, mangkail
=> Hari penyakit, membuat obat, berburu dan memancing

28. SAMISARA BULAN MATE
Bangkol manghatai, manat mangalangka, mambahen si pir ni tondi, marburu, mangkail
=> Hari baik turun ke laut, membuat penyakit, berburu dan memancing

29. HURUNG
Humurang do uli ni ari, sadarion dohot mangalangka pe hurang do ulina
=> Hari kurang baik, berhati-hati dalam rencana/langkah

30. RINGKAR
Mangujungi panghataion naung tinaringotan hian unang marsihosoman roha, paampehon holi tu batu na pir
=> Hari baik untuk saling maaf-memaafkan (musyawarah) memanjatkan doa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Hari pertama disebut artia hari terakhir dinamai ringkar. Jika diperhatikan nama-nama hari diatas, bahwa setiap tujuh hari ada perulangan nama artia. Artia aek hari kedelapan, tula hari kelimabelas dan Artia ni anggara hari kedua puluh dua. Demikian pula samisara hari ketujuh, samisara purnama, hari keempat belas, samisara mora turun, hari kedua puluh satu, samisara bulan mate hari keduapuluh delapan, maka dapat diketahui bahwa setiap tujuh hari bulan, ada perobahan pada peredarannya. Sebagaimana diketahui bahwa nama-nama hari Batak adalah berdasarkan peredaran bulan. Untuk menyesuaikan nama bulan dan tempat semula perbintangan maka ada hari tambahan yaitu hari hurung hari kedua puluh sembilan dan ringkar hari ketiga puluh Batak Toba untuk mengetahui pandangannya tentang waktu.

Sebuah parhalaan sering diukir di sebuah ruas bambu. Ada yang berbulan dua belas dan ada pula yang berbulan tiga belas. Bulan ke-13 dipakai untuk menyesuaikan tahun kamariah dengan tahun matahari. Karena kalender Batak berdasarkan pengitaran bulan mengelilingi bumi maka satu tahun terdiri atas 12 bulan dengan masing-masing 30 hari, sehingga berjumlah 360 hari. Karena tahun kamariah tidak dapat digunakan untuk tujuan yang berkaitan dengan bercocok tanam, maka perlu ditambah satu bulan. Hal ini sesuai dengan lamanya perjalanan bumi mengitari matahari (365 hari).

Hal tersebut dicapai dengan menambah bulan ke-13 yang dinamakan bulan lobi-lobi atau lamadu. Sang Datu selalu ikut memperhitungkan bulan yang berikut (misalnya bulan lima dan enam, atau bulan 12 dan 13 dan kalau tidak ada bulan 13 maka diambil bulan satu) untuk mendapat kepastian dalam menentukan hari yang baik. Pada diagram parhalaan yang sering diukir di suatu ruasbambu, tarnpak 12 atau 13 bulan dengan masing-masing 30 harinya yang dibuat dengan garis yang membujur dan melintang.

Selain itu tampak pula beberapa garis sudut-menyudut yang masing-masing berpangkal pada hari ke-7. ke-14, ke-21, dan ke-28 di bulan pertama. Pada bulan kedua, hari yang kena garis diagonal tersebut adalah hari ke-6, ke-13 dan seterusnya. Hari-hari ini dikenal sebagai ari na pitu. Hari-hari yang ketujuh yang harus dihindari kalau mau memulai suatu pekerjaan yang baru.

Selain ari na pitu tersebut ada pula gambar kalajengking yang sudah disebut di atas. Pada hari yang ditempati kepala, badan atau ekornya, tidak boleh dilakukan upacara apa pun. Hari-hari yang lain ditandai dengan bermacam-macam lambang yang tidak selalu seragam. Hari yang baik biasanya ditandai dengan sebuah titik yang melambangkan butir padi.

Sedangkan hari yang tak menentu ditandai dengan tanda silang. Hari-hari yang lain biasanya kurang menguntungkan. Beberapa hari juga ditandai dengan huruf. Hari yang ditandai /ha/. /na/. Ita/dan /o/ adalah hari yang baik. Huruf /ra/ menandai hari yang dapat diragukan. Sedangkan huruf /pa./, /sa/, /la/, /nga/, /ngu/. /hu/, dan /ba/ menandai hari yang buruk.

Hampir tidak ada kegiatan yang penting yang dilakukan tanpa menggunakan parhalaan  menentukan saat persemaian, waktu panen. Hari perkawinan, mulai membangun atau memasuki rumah baru, mengadakan perjalanan, berperang, dan sebagainya.

Dalam Mithologi Siboru Deakparujar bahwa saudara kembar dari debata Sorisohaliapan adalah Tuan Dihurmijati yang disebut juga Panenabolon. Panenabolon dalam buku ini disebut Hukum Alam, dengan tanda yaitu cahaya ufuk yang mulai nampak pada hari senja dan malam hari. Panenabolon menurut mithologi berdiam diri tiga-tiga bulan pada satu desa, setelah itu berpindah ke desa yang lain. Menurut pengetahuan modern, bahwa perpindahan itu adalah gambaran peredaran matahari, tiga bulan dari khatulistiwa ke utara, kemudian tiga bulan dari Utara ke khatulistiwa dan kemudian dari khatulistiwa tiga bulan ke selatan dan seterusnya tiga bulan juga kembali ke khatulistiwa.

Demikian seterusnya Panenabolon berjalan dan di dalam buku, disebut peredaran alam raya. Jalan pikiran yang terdapat pada mithologi Siboru Deakparujar tersebut adalah pengetahuan waktu tentang peredaran alam raya. Perjalanan Panenabolon menjadi sumber pengetahuan Batak Toba mengenai waktu, baru diperkaya kemudian dengan memperhatikan perbintangan dan bulan serta arah mata angin.
Memperlihatkan Panenabolon yang menjadi sumber peredaran matahari, peredaran bintang, peredaran bulan dan arah angin, maka tumbuh ilmu pengetahuan alam tentang waktu yang disebut : Parhalaan, baik mengenai tahun, bulan, dan hari, maupun mengenai pembagian waktu satu hari satu malam dan istilah-istilah untuk itu. hubungan pembagian waktu ini sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia yang bersifat ritual. Ilmu Nujum inilah yang menjadi Pola Umum berpikir Batak Toba saat itu. Yang membuat terbenamnya pola Umum berpikir itu sehingga pandangan Batak Toba mengenai waktu bergeser dari nilai yang semula bernilai positif, berobah menjadi ilmu meramal nasib manusia.
Sejak mithologi Siboru Deakparujar suku batak pada umumnya sangat gemar memperhatikan Panenabolon-cahaya ufuk yang nampak sejak senja sampai malam hari. Mengamati perjalanan Panenabolon membandingkan dengan tempat bintang-bintang di malam hari serta membandingkan pula dengan peredaran bulan dan matahari dan keadaan angin pada satu-satu waktu maka orang Batak membagi waktu.
Dari hasil pengamatan dan pengalaman itu, dapat diketahui bahwa peredaran alam raya ada kaitannya dengan kehidupan, baik mengenai kehidupan manusia maupun kehidupan alami. Artinya bahwa hukum alam ada kaitannya dengan alam ini. Baik mengenai kehidupan manusia maupun kehidupan alami. Artinya bahwa hukum alam ada kaitannya dengan alam ini, baik terhadap alam manusia dan hewani maupun terhadap alam tumbuh-tumbuhan. Oleh sebab itu Panenabolon dan perbintangan serta peredaran bulan dan matahari itu menentukan arah mata angin sangat erat kaitannya dengan kehidupan manusia, maka pengamatan untuk semua itu adalah paling utama pada kegiatan sehari-hari.
Agar mereka dapat mengetahui kegiatan apa yang hendak dilakukan setiap hari pada waktu yang tepat. Maka para cerdik pandai batak itu membagi waktu pada keadaan yang tepat. Jika orang barat dalam hal ini yunani terutama Romawi mentransfer peredaran alam raya itu dengan teknik pengetahuan alam sebagai titik tolak pembuatan jam, maka orang batak masih terbenam pada pola umum, belum mampu mentransfer peredaran itu dengan teknik ilmu alam. Artinya, bahwa pembagian waktu itu masih tetap berdasarkan penglihatan atau pengamatan mata.





Pada awalnya hanya ada bentangan laut, namun karena kuasa Debata Mula jadi na Bolon, ada buah pohon ara yang jatuh ke laut tepat pada pagi hari (Komis) dan kemudian tumbuh satu pohon, menjelang tengah hari kira kira pukul sepuluh (Bisnu) muncul dedaunan pada pohon tersebut, dan pada tengah hari(Sori) kemudian pohon itu berbunga. Tak sampai disana, pohon itu kemudian berbuah tidak lama kemudian, pada sore hari, sekitar pukul tiga (Hala). Dan pada saat matahari terbenam, sekitar pukul enam sore, (Borma), salah satu buah dari pohon tersebut jatuh, dan kemudian pohon tersebut layu dan kemudian mati.
                Namun pada esok harinya, buah yang jatuh kedalam laut tersebut tumbuh, berdaun, berbunga, berbuah, buahnya jatuh dan kemudian layu dan mati. Dan semua proses itu terjadi pada waktu yang sama, Komis, Bisnu, Sori, Hala dan Borma.dan hal itu terus terjadi tiap hari.
                Pohon yang terus tumbuh dan kemudian mati tersebut, dinamai  Hariara Sundung ni Langit. Yang mana, pohon ini dipercaya memiliki lima akar yang menjadi landasan/ filosofi dari  parmamisan holing silima lima, dan kemudian awal mula hatiha silimalima, yang dipatuhi para Pangatiha.
                Sementara pohon tersebut dipercaya sebagai awal permulaan Tahun, sementara dahan yang berjumlah delapan, menjadi lambang  desa na ualu/ arah mata angin (utara, irisanna, purba, anggoni,dangsina, Nariti, Pastima, Manabia). Dari kedelapan cabang tersebut muncul 30 ranting yang melambangkan jumlah hari yang mana tiap hari beda namanya dari hari pertama sampai hari ke tigapuluh. Nama nama hari tersebut secara berurutan adalah: Artia, Suma, Anggara, Muda, Boras Pati, Singkora, Samisara, Antia Ni Aek, Sumani Mangadop, Anggara Sampulu, Muda Ni Mangadop, Boraspati Ni Mangadop, Singkora Purnama, Samisara Purasa, Tula, Suma Ni Holom, Anggara Ni Holom, Muda Ni Holom, Boraspati Ni Holom, Singkora Maraturun, Samisara Maraturun, Antin Ni Angga, Suma Ni Mate, Anggara Ni Begu, Muda Ni Mate, Boraspati Nagok, Singkora Duduk, Samisara Bulan Mate, Hurung Dan Ringkar.
Sementara buah pohon tersebut yang berjumlah duabelas, dipercaya melambangkan jumlah bulan yang juga dua belas, dan menjadi awal mula zodiac yang duabelas, yaitu: mesa/Gemini, marsoba/Taurus, nituna/aries, harahata/cancer, singa/leo, hania/virgo, tola/libra, mortiha/scorpio, dano/sagitarius, morhara/capricornus, morhumba/aquarius serta mena/pisces.
Adalah kepercayaan orang batak, bahwa ada hari yang baik dan tidak. Dan untuik mengadakan sebuah hajatan/ acara pesta maka biasanya mereka harus menentukan waktu dulu. Untuk mengetahui mana waktu yang baik, maka mereka harus konsultasi/ meminta nasehat dari orang pintar/ Datu. Adapun para Datu memiliki dua cara untuk menentukan hari yang baik untuk acara hajatan, yaitu:


  • ·         Membaca posisi Pane na Bolon



Pane na Bolon adalah makhluk besar berupa naga yang berkuasa akan apa yang dikerjakan/ diusahakan semua masyarakat di kedelapan arah mata angin . Panenabolon dalam buku ini disebut Hukum Alam, dengan tanda yaitu cahaya ufuk yang mulai nampak pada hari senja dan malam hari. Panenabolon menurut mithologi berdiam diri tiga-tiga bulan pada satu desa, setelah itu berpindah ke desa yang lain. Menurut pengetahuan modern, bahwa perpindahan itu adalah gambaran peredaran matahari, tiga bulan dari khatulistiwa ke utara, kemudian tiga bulan dari Utara ke khatulistiwa dan kemudian dari khatulistiwa tiga bulan ke selatan dan seterusnya tiga bulan juga kembali ke khatulistiwa.



 Parhalaan adalah bagan yang memuat lambang lambang rumit akan waktu dalam satu tahun (dua belas bulan, tiga puluh hari). Untuk menerjemahkan arti Kalender Batak (Parhalaan) sebagai berikut :

  1. Pada hari atau Minggu dimana terdapat tanda kepala dan jepitan kalajengking menandakan kerugian mengadakan pesta besar. Demikian juga bila ada tanda perut ataupun ekornya. "Dan jika ada bulatan berisi titik besar, sebaiknya dihindari sebagai hari menikahkan anak perempuan / laki-laki." kata DR. Sudung.
  2. Tanda kali dan bulatan (XO) diartikan sebagai saat yang baik untuk menerima uang dan menagih uang dari orang lain.
  3. Tanda H atau tanda satu disebut "Simonggalonggal." Pada hari di mana tanda itu ada, disarankan menghindari memasuki rumah untuk rumah yang baru selesai dibangun atau akan ditempati penghuni baru.
  4. Tanda kali (X) diartikan untuk memancing ikan, atau kalau mengadakan pesta disebut sebagai waktu yang baik untuk menyajikan pangupaon dengan ihan. Adapun dua bulatan menandakan buah atau disebut Ari Parbue dan dipercaya sebagai saat yang tepat untuk bertanam atau mengadakan pesta.
  5. Tanda Kail berdiri bermata dua dan juga V terbalik biasanya adalah hari yang dihindari untuk melakukan kegiatan, karena dipercaya membawa kerugian.
  6. Tanda hala (kalajengking) sungsang dengan simbol bagian kepala hala membarat (hala sungsang) juga disebut kurang baik.
  7. Tanda atau lambang hala ke utara adalah hari matahari mati. Partilaha yang artinya sering terjadi kematian. Tanda getar suara adalah juga hari yang dihindari, karena tanda itu berarti banyak suara-suara sumbang yang pro dan kontra dan oposan.
  8. Tanda Bulatan kecil disebut Ari Na Ualu / hari kedelapan. Tanda menandakan atau dipercaya bahwa seorang suami akan kehilangan istri atau sebaliknya bila mengadakan pesta pada hari yang ada tanda dimaksud.
  9. Tanda XI disebut "Ari pangugeuge" atau hari yang kurang baik untuk berpesta akan tetapi sangat baik untuk berburu babi hutan.
  10. Tanda kotak hitam adalah hari Netral yang artinya tergantung baik buruknya pada niat dan keinginan manusia.

Senin, 26 Maret 2018

Jenis – jenis Plastik (untuk lip sealer)

Jenis – jenis bahan plastik dan juga suhu pemanas yang dapat anda gunakan pada mesin cup sealer :
  1. Plastik dengan jenis PE (Poly Ethylene)
    Kalau anda memilih lid plastik dengan jenis ini maka anda dapat mensetting mesin cup sealer anda dengan suhu 170 C
  2. Plastik jenis PP (Polypropylene)
    Anda dapat menggunkan pada suhu 170-200 C
  3. Jenis PS (Polystyrene)
    Suhu mesin cup sealer yang dapat anda gunakan 180 C
  4. Film
    Plastik ini dapat di gunakan dengan suhu standart yaitu sekitar 120-180 C
  5. Plastik jenis PET (Polyethylene Terephthalate)
    Plastik jenis ini memilki polimer yang jernih dan kuat terhadap tekanan gas. Suhu yang bisa digunakan pada mesin cup sealer untuk plastic jenis ini yaitu sekitar 160-200 C

Jumat, 23 Maret 2018

SUKKIT



Molo niingot tikki dakdanak dihuta, dang marnabosan. Ai tung godang ulaon, parmeaman nang sipanganon.
Sada sian nasaigodang sipanganon ima "SUKKIT". Molo napu do tanona linggom jala rata do bulung ni sukkit on, pola do boi iba marlinggom manang martabuni ditoru ni sukkit.
Tung lomo do roha mangallang parbue ni sukkit on, molo dung malamun tonggi jala meraek, molo hubandingkon do dai ni sukkit hampir sarupa ma tu dai ni buah naga, bahkan tumonggi jala tumabo do huhilal dai ni sukkit sian dai ni buah naga. Pinagan parbue ni sukkit on langsung do dibonana i, dang hea niputikkon sappagul/sattandan rupani, alai sambassir sampe sappulu bassir na malamun do binuat sian pagulna i, alana natata, nabibi dohot bungana olo do tong adong di pagul na i. Molo pagodang hu pinangan olo do gabe hassar iba, mungkin ala naso ias, ai dohot do nioccop namartano-tano, marporhis marlendir. Dang apala dia, marcerita ma jolo iba tikki disihaetehon. Molo lao miting iba (BB) tor marikkati do iba tu bona ni sukkit, huhut miting huhut nipurgitan ma pagul/tandan ni sukkit on mangalului namalamun huhut niallangan. Pinareso boras ni sukkit i pas do songon "selasih" dohot buah naga. Adong biji-bijina, pinareso muse tu toru attar tu pudi, tong adon biji-bijina alai bau. nisadari do biji-biji naditoru agak tupudi i ima biji ni parbue ni sukkit napinangan i.








Molo pogos ho amang parsiajari mangalilithon detar,
molo mamora ho amang parsiajari martali-tali sukkit.


Detar adalah ikat kepala orang terhormat terbuat dari kain bermotif indah , daun sukkit adalah ikat kepala ( tudung ) orang miskin yang mengembara di hutan . Makna kalimat di atas : di kala miskin belajarlah terhormat agar kelak tidak menjadi rendah diri , bila sedang kaya belajarlah sederhana agar kelak tidak merendahkan orang lain . Di kala miskin belajarlah bersahaja agar kelak bila kaya tidak menjadi sombong , bila sedang kaya belajarlah miskin agar kelak bila jatuh miskin tidak merasa terhina.

Taxonomical Hierarchy
Kingdom            Plantae-plants
  Division               Magnoliophyta
     Class                 Monocotyledon
        Order                        Liliales
           Family              Amaryllidacae
                Genus                Curculigo
                  Species               Orchiodies
Nama Botani:    Curculigo Latifolia
Nama Lain:
Lumbah, lembah, lumbah rimba,  pinang puyuh, nyiur puyuh, lumbah padi, nyior lembir (Malaysia), doyo, lemba (Burnai), Marasi, Parasi, terasi-terasian, keliangau (Indonesia), chaa laan, ma phraao, nok khum, phraa nok (Thailand), s[aa]m cau l[as] r[ooj]ng (Vietnam), Molineria latifolia, cucurligo latifolia, cucurligo orchioides, gaerta amaryllicaceae, Sweet Seed Plant (Inggris)

Jumat, 26 Januari 2018

Pinapan

Keduanya masih berkingkrak kegirangan, menari dan bernyanyi, berpelukan terus menari tidak memperdulikan cuaca. Tarian mereka seolah diiringi lengkingan Imbo yang kehausan mencari seteguk air, dan siulan sepasang Lali Hulis-hulis terbang mengitari puncak bukit dengan mata yang awas mengamati tikus-tikus pohon yang mencari makanan.
Doa mereka terkabul. Berkali mereka mungucak mata, tak yakin apa yang ada dihadapan mereka  adalah nyata. Seolah semuanya adalah mimpi. Bukan fatamorgana dan bukan pula ilusi. Ini emas asli!. Emas sebesar kepala kuda kini teronggok di depan mereka.
Semula keduanya ragu melakukan pertapaan seperti yang diwangsitkan oleh suara yang datang kedalam mimpi mereka. “Pergilah ke puncak Pinapan, bertapa dan berdoalah disana, Ompu Mula Jadi Nabolon akan mengabulkan.
Berawal dari mimpi yang aneh di siang bolong kala mereka tertidur pulas. Kelaparan membuat mereka nekad merebus batu. Berharap batu itu bisa dimakan, mengisi perut yang sudah dua hari tidak dihinggapi makanan, secuil pun.
“Abang, aku lapar sekali. Tak sanggup lagi menahan rasa ini. Masaklah singkong untukku”, ujar Purba, pemuda tanggung yang tergolek lemah.
Mereka adalah kakak beradik yatim piatu, Lingga dan Purba, yang hidup dari belaskasihan para tetangganya. Kadang mereka bekerja membajak sawah sebagai buruh upahan. Dan bila musim panen tiba, merekapun menjajakan tenaga untuk membantu tetangga yang sedang menuai.
Sesekali mereka mencari soban, –kayu bakar– ke hutan dikaki Dolok Pinapan dan memberikanya kepada tetangga yang membutuhkan. Sebagai gantinya, tetangga yang baik hati itu akan memberikan beberapa mug beras, ubi, atau apa saja makanan yang bisa dimakan.
“Aku sudah memasak ubi, Anggia, bersabarlah sedikit” ujar Lingga. Ia tahu kalau batu itu takkan bisa dimakan. Dan ia juga tahu kalau batu yang sekepalan tangan itu tidak akan bisa berubah menjadi ubi. Ia sengaja membohongi adiknya yang menghiba meminta makanan, supaya Purba tertidur.
“Abang, aku lapar”
“Iya, aku tahu, tapi bersabarlah sebentar lagi”
Kemarau panjang ini sepertinya belum akan berakhir. Sunga-sungai mengering, sawah pun tidak menghasilkan apa-apa. Ubi tumbuh dengan kerempeng, pohon-pohon kemenyaan tidak mengeluarkan getahnya.
Beberapa penududuk mencoba peruntungan dinegri orang, menjadi buruh tani bahkan ada yang sengaja ‘manombang’, membuka lahan pertanian baru nun jauh disana didaerah yang lebih subur yang tidak mengalami kemarau. Hanya anak-anak dan orang yang sudah renta, kini mendiami kampung itu.
Akhirnya, keduanya terlelap. sejenak melupakan permasalahan yang ada. Terlelap tidur atau mungkin juga pingsan karena kelaparan, tidak ada yang tahu. Mereka terbuai oleh mimpi, dimana tidak ada rasa lapar. Semuanya indah dan bahagia.
Itulah awal segalanya.
Mimpi itu memberikan petunjuk kepada mereka berdua. “Pergilah, berdoalah dipuncak Pinapan…Yang Maha Kuasa akan memberikan sesuatu kepada kalian”.
Mereka mendaki Pinapan yang menjulang itu. Selangkah demi selangkah, bergerak menuju puncak gunung, sebagaimana diwangsitkan didalam mimpi mereka. Puncak Dolok Pinapan masih jauh di depan.
Dolok Pinapan berada di Simanullang Toruan. Ada beberapa desa di kaki gunung ini. Pulogodang, Sipagabu, Banuarea, Siatas-Batunagodang, Panggugunan. Puncak Pinapan adalah salah satu tujuan wisata lokal penduduk disana, khususnya kaum muda. Dari puncak Pinapan, memandang ke barat, laut Barus hingga pelabuhan Sibolga nun jauh disana akan terlihat. Bila petang hari, maka perahu-perahu nelayan di pesisir akan terlihat di laut Barus. Pemandangan yang sangat indah sekali. Cakrawala akan menguning saat petang hari, dan Matahari seperti bola api berwana merah bisa dilihat dengan mata telanjang, perlahan mengilang bak ditelan bumi. Seolah dilukis, untuk dinikmati setiap orang yang berada di puncak tertinggi Dolok Pinapan.
Memandang arah Barat Laut, pegungungan Bukit Barisan yang berbaris indah, terhampar dipelupuk. Dolok Pinapan adalah salah satu gunung tertinggi di gugusan Bukit Barisan. Dengan tinggi 2037 meter DPL, menjadikan Gunung ini selalu diselimuti oleh awan putih disetiap harinya.
Biasanya para pendaki gunung ini akan mulai petualangannya di pagi hari. Menjelang siang, puncak gunung ini akan diselimuti oleh awan putih yang tebal. Banyak Rotan tumbuh gunung ini, juga tumbuhan siborutiktik,– semacam bayam liar–. Sayuran khas dari dolokpinapan. Rute pendakian yang biasanya dipilih adalah dari Banuarea dan turun di Batu Nagodang. Selama pendakian, anda akan dihibur oleh suara Imbo–Siamang Hitam– yang menurut beberapa peneliti, komunitas hewan liar ini masih banyak disana. Bagi masyarakat di sekitar kaki gunung Dolok Pinapan, suara Imbo ini bisa menjadi pertanda. Pertanda baik dan pertanda buruk. Itulah gambaran puncak Dolok Pinapan.—-
***
Mereka mulai menyadari kalau perut mereka belum berisi sejak lima hari lalu. Rasa itu kembali mendera mereka. Setelah puas mereka menari, merayakan emas yang ada dihadapan mereka, rencana pun disusun.
“Anggia, aku lapar”
“Iya”
“Tunggulah disini, aku akan kembali mencari sesuatu yang bisa dimakan. Kalau kita lapar, bagaimana mungkin bisa membawa emas ini?”
“Iya, Abang, pergilah, aku akan tinggal disini menjaganya”
Harta membuat mata hati seseorang menjadi buta tiba-tiba.  Cinta akan harta benda bisa mendatangkan kemungkaran. harta menjadi sekat pemisah diantara sesama saudara kandung.
Ada bisikan kuat menghinggapi Purba di kesendirianya. “Bukankah lebih bagus kalau harta itu akan menjadi milikmu seorang?, lihatlah, abangmu, selama ini apa dia memperhatikan dirimu?. Jadi, lakukanlah sesuatu, milikilah emas ini hanya untuk dirimu sendiri”.
Suara ini semakin kuat dan Purba semakin lemah, tak mampu menahan godaan itu. Pada akhirnya, iblis menang atas dirinya. Ia mempersiapkan perangkap kematian. Dengan menggunakan sepotong kayu, ia membuat lubang di jalan yang akan dilalui Lingga. Lalu di dalam lubang itu ditaburi semak berduri, kayu runcing, batu-batu yang tajam dan apa saja yang bisa mencelakakan nyawa bila terperosok kedalamnya. Iblis tertawa melihat hasil kerjanya.
Tidak hanya Purba, Lingga pun tak luput dari godaan iblis. “Hei, Lingga. Bukankah hanya dirimu sendiri yang berkorban demi adikmu?, sementara adikmu hanya tahu meninta dan merengek?. Sepantasnya emas itu hanya milikmu seorang. Lakukanlah sesuatu, singkirkanlah adikmu, lenyapkan dia, maka kau akan berkuasa penuh atas harta itu”.
Kembali iblis itu bersorak kegirangan ketika Lingga berniat meracuni adiknya lewat makanan yang akan dibawanya ke puncak, nantinya. “Emas itu adalah milikku sorang. Kau hanya menjadi beban bagiku. Kau harus mati. Racun ini akan membunuhmu”, lalu makanan itu dibungkus rapi seolah tak ada racun didalamnya.
Jauh di sana, Purba melambaikan tanganya melihat kedatangan Lingga. “Cepatlah, abang, berlarilah, aku sudah tidak kuat menahan lapar ini”, teriaknya.
Tergesa, Lingga pun berlari kecil. Ia tidak menyangka akan terperosok kedalam lubang yang dibuat oleh Purba. Terjerembab dan lengkingan kematian menghantarkanya kealam baka. Usunya terburai dan kepalanya pecah, mati seketika.
Purba bersorak kegirangan dan kembali dia menari seorang diri seperti orang kesurupan. Kini, hanya dirinyalah pemilik emas itu. Ia membayangkan menjadi seorang yang paling kaya di kampung itu. Matanya tertuju pada bungkusan yang dibawa abangnya. Dan tanpa pikir panjang, ia pun menyantap makanan itu.
Pandanganya mengabur, kerongkonganya tercekat, ia merasakan darahnya berhenti mengalir seketika. Seolah seluruh tulang-tulangnya lebas dari persendian. Perlahan, ia pun menghembuskan nafas terakhirnya.
Detik berganti, menit berlalu, hingga bertahun-tahun lamaya, tak ada yang tahu kemana emas sebesar kepala kuda itu menghilang. Hanya lumut yang mengering, menjadi saksi keserakahan kedua kaka beradik itu. Lolongan kematian keduanya disaksikan oleh tatapan lali Hulis-hulis diatas sana. Seolah tahu dan mencium adanya aroma kematian dipuncak bukit yang sepi itu.
Jaman sekarang pun banyak orang berbuat seperti Lingga dan Purba. Harta menjadi segala-galanya dalam kehidupan. Kadang, sesama saudara kandung sudah seperti orang lain. Segalanya dihitung dengan untung-ruginya. Semboyan ‘mardomu di tano rara’ acap kali kembali diperlakukan oleh yang bersaudara. Seperti perumpamaan halak hita ”dang di ho dang diau, tumagon tu begu” artinya, tidak untukmu, tidak unuk saya lebih baik dibuang.
Bagi penduduk di kaki Dolok Pinapan, ucapan “Unang songon si Lingga dohot si Purba hamu,–Jangan seperti Lingga dan Purba–” adalah lumrah dan menjadi petuah orang tua kepada anak-anak. Dan Lingga dan Purba ini juga menjadi gelar yang disematkan bila orang dua orang saudara kandung berselisih. “Nunga mangolu be si Lingga dohot si Purba”. Kisah ini selalu diceritakan kepada anak-anak supaya tidak meniru kelakuan keduanya.